Beranda / Syahdan / Dari Dapunta Hyang ke Iyeth Bustami, Jejak Bahasa Indonesia dari Riau: Pandangan Sosial Budaya
taufik ikram jamil

Dari Dapunta Hyang ke Iyeth Bustami, Jejak Bahasa Indonesia dari Riau: Pandangan Sosial Budaya

Penempatan bahasa Melayu-Riau sebagai mata pelajaran dalam dunia pendidikan telah dilakukan jauh sebelum itu, yaitu ketika bahasa Melayu diajarkan di sekolah-sekolah. Penegasan kembali pemakaian bahasa Melayu Riau itu, semata-mata karena adanya perkembangan bahasa Melayu pasar atau Melayu rendah yang banyak digunakan dalam surat-surat kabar dan dalam pergaulan sehari-hari. Untuk menghindari terjadinya kekacauan, terutama dalam penulisan huruf dan ejaan, maka diperlukan acuan bahasa Melayu yang baik dan standar yang justru masih terpelihara dalam bahasa Melayu-Riau (ibid).

Syahdan, jejak bahasa Indonesia dari Riau pun diperlihatkan oleh tempat penelitian dan pengamatan itu dilakukan yakni di Penyengat, Kepulauan Riau. Tak ada dalam satu kawasan sekarang ini, orang menggunakan bahasanya sekaligus dengan kecemasan tinggi terhadap alat komunikasi itu kecuali di Penyengat, khususnya abad ke-19. Di pulau maskawin Engku Puteri Raja Hamidah ini, mereka tidak saja menggunakan bahasa Melayu Riau untuk keperluan estetik dan pengetahuan, tetapi juga untuk kebahasaan itu sendiri. Tak hanya seorang dengan nama demikian melambung, tetapi sejumlah orang (UU Hamidy, 1983). Tercatatlah Raja Ali Haji menulis dua buku kebahasaan yakni Bustan al-Katibin (1857) dan Kitab Pengetahuan Bahasa (1858). Kawan seangkatannya, Haji Ibrahim yang juga dikenal sebagai pribumi pertama mengoleksi pantun, pun menulis kebahasaan melalui kitabnya Cakap Rampai-rampai (1867).

Bagikan

Lihat Juga

Anugerah Kebudayaan Kemendikbud untuk Almarhum H. Tenas Effendy

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI memberi Anugerah Kebudayaan kepada budayawan alam Melayu, Alm. H. Tenas ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!