Dengan latar belakang perbedaan antara lisan dengan tulisan itu pulalah, mengapa pengumuman di bandar udara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, yang dibuat LAMR bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan PT Angkasa Pura, menggunakan bunyi /ê/, tahun 2018. Sebab meskipun ditulis, ketika dibacakan, bahasa tersebut kembali menjadi lisan. Berbuat demikian, LAMR merasa telah mengembalikan hakikat bahasa itu sendiri sebagaimana dikatakan Louis Leahy dalam Manusia Sebuah Misteri (Gramedia, 1985) bahwa bahasa sesungguhnya lisan, bukan tulisan—terlepas dari upaya standarisasi bahasa seperti dibuat Penyengat (pen.) Kalaupun tidak demikian, pembacaan teks dituturkan sebagaimana mustinya tulisan, apa yang menjadi pembeda pengumuman dalam bahasa Indonesia dengan Melayu Riau itu?
