- Sastra Melayu: Reproduksi Kreatif
Hamba dengar ada hikayat Melayu dibawa orang dari Goa, barang kita perbaiki kiranya dengan istiadatnya supaya diketahui oleh segala anak cucu kita yang kemudian daripada kita, dan boleh diingatkannya oleh segala mereka itu, syahdan adalah beroleh faedah ia daripadanya… [Dari “Mukaddimah” Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu)]
Kutipan di atas secara ringkas membayangkan bahwa penciptaan teks dalam tradisi tulis Melayu merupakan sebuah proses reproduktif, melahirkan kembali, yang pengertiannya maktub ke dalam istilah-istilah ‘mengarang’, ‘menggubah’, ‘menyusun’, dan sejenisnya. Teks sebagai tenunan tanda (bahasa) dan makna dimasukkan ke dalam proses pembacaan untuk ‘diperbaiki’, dalam arti disesuaikan dengan konteks ruang dan waktu: dari ‘sana’ ke ‘sini’, dari ‘dulu’ ke ‘kini’, dari ‘mereka’ ke ‘kita’. Sumber teks bisa dari manapun: ‘hikayat Melayu dari Goa’ untuk penciptaan Sulalatus Salatin, cerita-cerita wayang purwa dan Panji Jawa untuk penciptaan kisah-kisah Mahabarata (seperti Hikayat Bomakawya) dan Ramayana (seperti Hikayat Seri Rama), serta ratusan teks roman Panji Melayu (seperti Syair Ken Tambuhan dan Panji Kuda Semirang), roman dan epik timur tengah sebagai sumber penciptaan berbagai hikayat dan syair berlatar timur tengah, seperti Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Muhammad Hanafiyah, Hikayat (dan) Syair Raja Damsyik, Syair Saudagar Bodoh, dll.