- Sejarah yang Meminggirkan
Kepengarangan Melayu berbasis kecendekiawanan yang mencirikan karangan-karangan lingkaran Penyengat itu kemudian berkembang di Tanah Semenanjung. Salah satu anggota Rusdiyah Kelab, Syed Syekh Al-Hadi, misalnya, kemudian dicatat sebagai pelopor prosa modern dalam sejarah sastra Melayu Malaysia melalui novelnya yang berjudul Faridah Hanum (1925), meskipun novel ini menggunakan kata ‘hikayat’. Selat (Singapura) dan Semenanjung memang menjadi laman kecendekiawanan mereka setelah Kerajaan Riau-Lingga dibubarkan Belanda. Bersama pengarang-pengarang Melayu di Selat dan Semenanjung, para cendekiawan ini menyangga kewibawaan dan keberlanjutan sejarah sastra Melayu. Sementara di kawasan selatan, Hindia-Belanda, para cendekiawan mulai menyemai bibit-bibit sejarah dan sastra yang ‘lain’, yang kelak disebut: Indonesia.