Fokus renungan dan pembahasan mengenai “Sastra Melayu Riau” juga dirangsang oleh adanya anggapan, bahwa: (1) kawasan ini dianggap sebagai jantung alam Melayu; budayawan UU Hamidy (1983), misalnya, menyebutnya sebagai “pusat bahasa dan kebudayaan Melayu”; (2) dalam periode kesejarahan tertentu, kawasan ini merupakan episentrum dinamika sastra Melayu (di dalam pensejarahan sastra Melayu klasik, pengkaji Melayu R.O. Winstedt menyebutkan fenomena “sastra Melayu Riau” sebagai Riau School, aliran atau mazhab Riau); (3) dalam politik identitas kontemporer, “sastra Melayu Riau” merupakan inti dari apa yang disebut oleh pengkaji Melayu lainnya, Will Derks (1997), sebagai Malay identity work, yaitu korpus karya yang memancarkan ke-Melayu-an di tengah gelombang ke-Indonesia-an.
Tags al azhar Datuk Seri Al Azhar
Lihat Juga
Catatan Al azhar: Kedaulatan Adat di Negeri ‘Padang Perburuan’
Bagikan Catatan ini disampaikan sebagai pengantar dalam pembukaan acara “Dialog Virtual Kedaulatan Adat Melayu di ...