Dugaan tersebut tersingkap pada periode kesejarahan sastra Indonesia berikutnya: Pujangga Baru. Kelompok cendekiawan Pujangga Baru terbelah dalam dua pilihan orientasi ‘ke-Indonesia-an’: Barat atau Timur. Munculnya pilihan orientasi ke Barat tentulah buah dari benih yang disemai pada periode sebelumnya: Balai Pustaka. Sedangkan menguatnya pilihan ke Timur adalah bentuk kesadaran tentang kenyataan-kenyataan kebudayaan sendiri yang terbiar, atau lingkungan kebudayaan ‘lain’ yang relatif dekat dengan kita. Polemik antara kedua pilihan itu berakhir terbuka. Dengan akhir yang terbuka itu, Pujangga Baru seolah mengirimkan pesan: ‘kebaruan’ tidak selalu wujud dalam bentuk peniadaan terhadap ‘yang lama’; kebaruan adalah ihwal sikap, pendekatan, pengambilan sudut dan cara pandang terhadap gejala-gejala.
Tags al azhar Datuk Seri Al Azhar
Lihat Juga
Catatan Al azhar: Kedaulatan Adat di Negeri ‘Padang Perburuan’
Bagikan Catatan ini disampaikan sebagai pengantar dalam pembukaan acara “Dialog Virtual Kedaulatan Adat Melayu di ...