Beranda / Telaah / Catatan Al azhar: Penemuan Kembali Kepulauan Sastra Melayu
al azhar

Catatan Al azhar: Penemuan Kembali Kepulauan Sastra Melayu

 

  1. Penutup

Jika melihat watak kepengarangan ini, saya optimis dengan “kebangkitan sastra Melayu”. Namun, kehidupan sastra tidak hanya terletak pada pilihan kepengarangan dan proses produksi karya, tapi juga membabitkan persoalan-persoalan konsumsi (khalayaknya). Siapakah khalayak sastra di Riau, di Kepulauan Riau, di Indonesia kini? Seberapa besar jumlah mereka?

Saya kira kita semua sepakat bahwa pengembangan kuantitas dan kualitas keberaksaraan (literasi) adalah kegagalan terbesar pembangunan kebudayaan dan peradaban di seluruh Indonesia. Dunia pendidikan formal kita terperangkap dalam penjara praktis-pragmatis: kuantitas lulusan. Pembelajaran sastra menjadi pengalaman yang menjemukan, sebagian besar diajarkan oleh guru-guru yang tidak membaca (dan mengalami) sastra, dan hanya berisikan informasi-informasi kering kerontang tentang siapa-mengarang-apa serta di mana tempat pengarang dan karyanya itu dalam laci periodisasi sastra. Untungnya, masih ada peristiwa-peristiwa pentas sastra. Tapi itu jelas sangat tidak memadai. Lagipula, bentuk-bentuk penikmatan lisan dan kinestetik (seperti yang berkembang dalam berbagai pentas sastra kita) secara hakiki berbeda dengan penikmatan melalui pembacaan bersendiri.

Bagikan

Lihat Juga

SASTRA LISAN DAN KESADARAN ‘RUANG’

SASTRA LISAN DAN KESADARAN ‘RUANG’ Oleh: Alvi Puspita Rindu Berbilang Rindu “Tapo-apo kojo Waang ma. ...