Sewaktu kaum Paderi sedang meluaskan kekuasaannya, Tuanku Tambusai atas izin Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Nan Renceh menunaikan ibadah haji ke Mekah. Keberangkatan beliau ke Mekah ini terjadi sebelum Belanda ikut campur menentang kaum Paderi, yaitu di saat-saat pertentangan antara kaum Paderi dan kaum adat berkecamuk. Ini menunjukkan bahwa beliau tidak termasuk tokoh yang terlibat dalam kekerasan bersenjata sewaktu Gerakan Paderi berkembang di Minangkabau.
Setelah kembali dari Mekah, Tuanku Tambusai menetap di Padang Lawas. Pada waktu itu Gerakan Paderi sudah berubah menjadi Perang Paderi, yang dipicu oleh permintaan bantuan kaum adat (yang terdesak oleh kaum Paderi) kepada Belanda. Pada 10 Februari 1821, perjanjian antara Belanda dengan wakil-wakil kaum adat ditandatangani, yang pada pokoknya menyatakan bahwa para Penghulu Adat menyerahkan Minangkabau kepada Belanda dengan imbalan Belanda akan memadamkan gerakan Kaum Paderi. Berdasarkan perjanjian ini, Belanda menyerang Sulit Air pada 28 April 1821. Dengan penyerangan Belanda itu, berakhirlah fase gerakan kaum Paderi melawan kaum adat, dan babak baru perlawanan terhadap Belanda dimulai, yang lazim disebut Perang Paderi.