Diasuh di lingkungan keluarga seorang alim, Muhammad Saleh tumbuh menjadi anak yang cerdas dan berbudi. Setelah akil-baligh, ia diantarkan ayahnya untuk mendalami ilmu pengetahuan agama di Kubung 12 Rao, kemudian di Bonjol. Sewaktu masih di Rao, dalam kesempatan pulang ke Dalu-dalu Tambusai, ia giat berdakwah mengajarkan hukum-hukum Islam kepada orang-orang di kampung halamannya itu. Maka, ia kemudian lebih sering dipanggil dengan nama Pokih (Faqih; ahli Fiqh) Saleh.
Isi dakwah yang dikemukakan Pakih Saleh tidak selalu berterima oleh semua orang. Salah seorang yang tidak berkenan itu ialah wazir Kerajaan Tambusai, bergelar Sutan Mahmud. Maka antara keduanya sering terjadi pertentangan. Sebagai wazir, Sutan Mahmud dengan berbagai upaya berhasil mempengaruhi Raja dan Kerapatan Adat Tambusai, sehingga ruang gerak Pakih Saleh menjadi amat terbatas di lingkungan istana dan adat. Alih-alih menghentikan dakwahnya, pembatasan itu malah mendorong Pakih Saleh untuk mendirikan surau tersendiri yang terpisah dengan Negeri Lama, pusat pemerintahan Kerajaan Tambusai. Surau baru itu dibangun di Kampung Dalu-dalu, di hilir Negeri Lama.