Berangkat dari larik puisi Ediruslan Pe Amanriza, alih-alih terpaku pada diskusi tentang objek ‘sejarah’ dan ‘dongeng’ seperti yang dikatakan Al azhar, saya lebih tertarik pada subjeknya, tokoh “nenek”, dalam perannya sebagai “pengarang” naratif, atau “tukang cerita”, aktor yang kreatif di balik naratif. “Nenek” menjadi tokoh yang menyimpan dalam ingatannya —baik ingatannya sendiri atau ingatan yang diwariskan oleh orang-orang di masa lalu— kisahan peristiwa yang terjadi “dulu, di sana”, menjadikan dirinya instrumen yang mengolah kisahan tersebut untuk dibawa dan disampaikan pada khalayaknya “kini, di sini”, sebagaimana tukang cerita menjalankan fungsinya dalam tradisi.
Tags sita rohana tun irang tun teja
Lihat Juga
SASTRA LISAN DAN KESADARAN ‘RUANG’
SASTRA LISAN DAN KESADARAN ‘RUANG’ Oleh: Alvi Puspita Rindu Berbilang Rindu “Tapo-apo kojo Waang ma. ...