Beranda / Telaah / Catatan Sita Rohana: Tun Teja, Tun Irang dan Tukang Cerita

Catatan Sita Rohana: Tun Teja, Tun Irang dan Tukang Cerita

Bagikan

 

Pembacaan dan Resepsi

Naratif sejarah dianggap baku, dan karenanya kaku dan mungkin saja beku. Namun ia adalah naratif yang disepakati bersama dan menjadi rujukan penting dalam eksistensi kebudayaan dan peradaban. Memasukkan naratif baru dengan tafsir yang berbeda tidak selalu mudah untuk diterima. Tokoh sejarah —yang dalam perjalanan waktu— berkembang menjadi tokoh mitos, teladan, dan tempat berpaling dan menengadah. Keberadaannya di dalam naratif telah dilucuti kemanusiaannya. Hasrat, kehendak, dan emosi pribadi disingkirkan ke ceruk-ceruk tersembunyi. Akibatnya, banyak karya seni yang berlatar sejarah dikritisi, ditolak, bahkan dihujat karena ‘menggoyang’ imajinasi yang sudah mapan. Novel berlatar sejarah Gone with the Wind misalnya, ketika pertama kali diterbitkan pada tahun 1936 ditentang keras karena kental dengan gambaran perbudakan. Kini, baik novel maupun film yang terlahir darinya menjadi novel dan film legendaris sepanjang masa. Tetralogi karya Pramoedya Ananta Toer juga sempat menjadi novel terlarang di era Orde Baru.

Lihat Juga

Kedaulatan Masyarakat Hukum Adat Di Propinsi Riau Sebagai Upaya Pengelolaan Alam Yang Lestari Menghadapi Tantangan Pasca Pendemi Covid-19

BagikanMateri ini dipaparkan oleh Mardhiansyah, S.Hut., M.Sc., IPU. Dosen Jur.Kehutanan FP UNRI dan Pengurus MKA LAMR pada ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!