Sekalipun kedua maestro itu sudah tiada, namun hingga saat ini, jika dialog 35 tahun lalu itu saya kenang kembali, terasa sangat geli, lucu, dan serius; seakan keduanya berada di hadapan saya. Bagaimana tidak? Kelucuan dan keseriusan itu sesekali muncul karena Prof. Khaidir Anwar menempatkan diri betul-betul sebagai Orang Minang; Pak TE selalu menempatkan diri sebagai Orang Melayu; dan saya pun tentu saja sudah dari sono-nya Bugis yang berperan sebagai Orang Bugis. Dialog dan diskusi menjadi hangat ketika pembicaraan menyentuh Dinamika Politik abad ke 17-18-19 di kawasan negeri-negeri Melayu, selepas terbunuhnya Sultan Mahmud Mangkat di Julang oleh Laksamana Megat Seri Rama pada hari Jumat bulan Agustus tahun 1699.
Tags haul tenas effendy Tenas Effendy
Lihat Juga
Atik yang Piawai
Oleh Syaiful Anuar Ratib dalam bahasa lisan masyarakat Melayu di hulu Sungai Jantan selalunya dilafalkan ...