Sepanjang hari, siang dan malam, tema diskusi kami berkisar antara Melayu, Minang dan Bugis. Pertemuan pada tahun 1985 itulah yang menjadi awal bagi saya untuk memulai sebuah kajian baru yang harus saya tekuni, yakni sebuah studi yang mengamati dinamika Kerajaan-kerajaan Melayu dalam percaturan politik, perang, perdagangan, social-kemasyarakatan, kawin-mawin, antara Melayu-Minang-Bugis sepanjang kurang lebih 300 tahun dari abad ke 17 sampai abad ke-19, dan diaspora (Melayu-Minang-Bugis) di Nusantara.
Sejak saat itu, setiap kali saya bertemu dengan Pak TE, saya selalu berterima kasih pada beliau, karena beliaulah yang berjasa menuntun dan menunjukkan jalan pada saya memasuki gerbang Padang Saujana Melayu yang luas itu. Dari pertemuan itu pula saya harus berhadapan dengan literatur-literatur klasik Melayu seperti Tuhfat al-Nafis, Sulalatus Salatin, Hikayat Hang Tuah, Bustanus Salatin, Bustan al-Katibin, Thamarat al-Muhimmah, dan lain-lain.