Warna kucing itu tidak khusus, campuran antara putih dengan bercak-bercak krem. Terlihat lusuh, kucing itu memang menampakkan sosok sebagai kucing kampung biasa. Saya tidak pula sempat mengamatinya, apakah sehari-hari, kucing itu memang “mangkal” di Balai Adat LAMR ini atau tidak. Balai ini pula agak jauh dari rumah penduduk, tetapi beberapa gedung memang berada di sekitarnya. Barangkali juga kucing itu telah menempati salah satu di antara gedung-gedung tersebut, tapi tak mustahil pula bahwa sang kucing adalah penghuni balai ini.
Kucing Berhamburan
Terus-terang, kehadiran kucing tersebut menyebabkan saya langsung teringat pada sajak Kucing SCB, suatu sajak yang fenomenal dari begitu banyak sudut. Hal ini berkaitan pula dengan keterangan SCB beberapa waktu lalu bahwa hendaknya orang hati-hati menggunakan kata-kata dalam sajak. Kata-kata memungkinkan sekali muncul sebagai hasil dari doa. Kata kucing yang menjadi judul sajak bahkan buku dan tonggak kepanyairan SCB, kini muncul sebagai suatu kenyataan dalam hidup SCB, juga di rumahnya dalam kawasan Bekasi sana.