Beranda / Matabudaya / Menumbai Orang Petalangan, Pelalawan Riau

Menumbai Orang Petalangan, Pelalawan Riau

Perlengkapan lainnya adalah tunam, yaitu semacam obor yang terbuat dari kulit kayu. Tunam dibawa Juagan sewaktu memanjat, digunakan di atas pohon untuk menyapu kerumunan lebah di sarangnya, sekaligus sebagai alat penerang satu-satunya selama prosesi. Ketika disapukan ke kerumunan lebah yang menutupi sarangnya, tunam memercikkan api. Kerumunan lebah mengikuti turunnya percikan api itu ke bawah, meninggalkan sarangnya untuk diambil oleh Juagan. Di bawah, kerumunan lebah tersebut terkumpul menyerupai onggokan-onggokan, sampai prosesi berakhir.

Foto-pohon-sialang-dok-adrian

Susunan prosesi Menumbai

  • Pelangkahan: menjelang prosesi inti. Prosesi inti Menumbai berlangsung pada malam hari di kala bulan gelap. Namun, rangkaian awalnya sudah dimulai pada petang hari, sebelum berangkat ke lokasi. Setelah memastikan semua perlengkapan tersedia, Juagan memulai prosesi dari dalam rumahnya dengan kegiatan yang disebut melihat pelangkahan, yaitu membaca mantra dalam hati dan menunggu reaksi yang timbul di batinnya atas mantra itu. Melihat pelangkahan lazim dilakukan orang Petalangan (dan masyarakat Melayu tradisional pada umumnya) sebelum melakukan kegiatan yang mengandung risiko.

Dalam konteks Menumbai Petalangan, pelangkahan merupakan kunci pembuka pintu pertama prosesi. Pintu prosesi dianggap terbuka, apabila setelah pembacaan mantra pelangkahan, melalui mata batinnya Juagan dapat melihat citra utuh pohon sialang yang akan dipanjat; apabila tidak, maka ia tidak akan melakukan prosesi pada malam itu.

Bagikan

Lihat Juga

Marsden dan Pantun Melayu (tahun 1812)

Pengantar William Marsden (1754-1836), seorang linguis dan sejarawan Inggris, adalah ilmuwan pioneer untuk kajian Nusantara. ...