Tunggu dulu. Bukankah kisahan sejarah dan dongeng meniscayakan bahasa? Bukankah produk bahasa terikat oleh relasi-relasi ideologis dan politis, bayangan-bayangan konseptual, dan tujuan-tujuan praktis pragmatis penggunanya? Bukankah kisahan “sejarah” dan “sastra”, dengan demikian adalah hasil dari sebuah subjek yang sama-sama terpenjara, yaitu bahasa? Bukankah kisahan “sejarah” dan kisahan “dongeng” atau sastra pada umumnya adalah teks? Bukankah karena itu teks “sejarah” maupun “sastra” berdepan dengan saujana bebas subyek lain, yaitu khalayak (pendengar untuk teks lisan, dan pembaca untuk teks tertulis)? Subjek bebas, karena setiap khalayak datang kepadanya berbekal bayang-bayang ‘kuasa budaya’ yang terbentuk oleh pengalaman, harapan, dan mimpi-mimpinya sendiri. Kuasa budaya itulah yang dijadikannya ‘perangkat’ untuk mendialog teks yang terhidang di hadapannya.
Tags al azhar Datuk Seri Al Azhar Dongen Raja Ali Haji sejarah
Lihat Juga
Catatan Al azhar: Kedaulatan Adat di Negeri ‘Padang Perburuan’
Bagikan Catatan ini disampaikan sebagai pengantar dalam pembukaan acara “Dialog Virtual Kedaulatan Adat Melayu di ...