Begitulah. Sejarah Indonesia akhirnya, dalam pengalaman masa kini anak bangsa, layaknya memang dimaknakan sebagai ‘dongeng’ saja. Dan, sebagai ‘dongeng’, ia bebas didekati dari berbagai lembaga imajinasi, dipercaya cukup sebagai ‘peristiwa yang mungkin’, dan ditulis dalam nuansa penjara bahasa sesuatu rezim, serta mengabdi kepada kepentingan rezim tersebut. Ini lagi-lagi bukanlah bentuk pelecehan terhadap kerja keras para sejarawan kita. Sama sekali tidak! Di alam Melayu, kita mengenal Sulalatus Salatin (harfiah: Salasilah para Sultan); Hikayat Siak, dan sejumlah terombo tertulis maupun lisan. Teks-teks yang ‘dikecam’ oleh Raja Ali Haji (dalam Tuhfat al-Nafis) sebagai penuh kelemahan karena terlalu banyak yang perlu dibubuhkan kata ‘konon’ (penanda utama ‘kedongengan’ sebuah naratif). Bila sejarah kebangsaan Indonesia hari ini masih ‘memusat’, maka subversi-subversi dalam penulisan maupun pembacaan akan senantiasa berlangsung.
Tags al azhar Datuk Seri Al Azhar Dongen Raja Ali Haji sejarah
Lihat Juga
Catatan Al azhar: Kedaulatan Adat di Negeri ‘Padang Perburuan’
Bagikan Catatan ini disampaikan sebagai pengantar dalam pembukaan acara “Dialog Virtual Kedaulatan Adat Melayu di ...