Beranda / Matabudaya / Upah-upah
upah-upah

Upah-upah

Bagikan

Upah-upah adalah upacara tradisional di Limo Luhak Rokan (Kabupaten Rokan Hulu). Upacara ini diselenggarakan untuk memulihkan kondisi seseorang dan menguatkan semangat. Biasanya pada orang-orang yang baru sembuh dari sakit keras, terlepas dari suatu bencana, akan menjalani kehidupan baru (menikah, sunat rasul), atau berhasil mencapai keinginannya (menamatkan sekolah, khatam Quran). Situasi peralihan, atau ambang, tidak di sini dan tidak di sana, dianggap rawan, sehinggga memerlukan penguatan batin dan semangat dengan dukungan kerabat dan handai taulan. Oleh karena itu, tujuan upah-upah dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Mengembalikan ”semangat” yang terbang akibat gamang, terkejut, atau ketakutan ketika seseornag berusaha dan berdepan dengan kondisi-kondisi yang masih baru dalam hidupnya; 2) Memberi bekal keperayaan diri kepada orang yang diupah-upah untuk menghadapi kehidupan di masa datang, 3) Menyambut dan memberi syukur atas perjalanan hidup seseorang yang telah melampaui satu penggal masa kehidupannya.

Pelaksana upah-upah disebut sebagai pengupah-upah, yaitu orang terpilih yang dihormati dan disegani. Berikut adalah orang-orang yang dianggap patut sebagai pengupah-upah: 1) pucuk suku; 2) pemuka agama (imam masjid, khatib); 3) guru (guru sekolah dan guru ngaji); 4) cerdik cendekia; serta 5) kerabat yang dituakan oleh orang yang diupah-upah, seperti kakek, nenek, paman, dan mak cik; dari pihak ibu maupun ayah. Dalam upah-upah, biasanya pengupah-upah yang dipilih tidak lebih dari 10 orang.

Waktu pelaksanaan upah-upah ditentukan apabila yang akan diupah-upah sudah siap. Waktu yang dipilih adalah hari Jumat, sebelum waktu sholat. Hari Jumat dipilih karena pada hari ini para lelaki tidak berkerja di ladang maupuan di kebun karet. Sedangkan upah-upah dalam rangkaian upacara pernikahan dilaksanakan setelah ijab kabul.

Tempat pelaksanaannya adalah rumah orang yang akan diupah-upah. Dipilih ruangan yang cukup lapang. Orang yang akan diupah-upah ditempatkan di dalam satu sudut ruangan, para tetamu undangan duduk bersila di setiap sisi ruang. Di hadapan orang yang diupah-upah diletakkan nasi balai dan nasi upah-upah. Setelah semua berkumpul, prosesi upah-upah dapat dimulai.

Mula-mula, kemenyan dibakar oleh para perempuan yang duduk di dapur. Kemenyan diletakkan di atas wadah berupa dasa (tempurung kelapa yang sudah dikikis hingga licin dan menghitam), atau di atas piring seng sebagai tempat bara kayu sebagai pembakar kemenyan. Kemenyan yang telah menebar aromanya ini kemudian secara beranting diserahkan kepada tuan rumah, pertanda upah-upah siap dilaksanakan.

Kemenyan kemudian diserahkan kepada pengatur upacara yang menyerahkannya kepada pengupah-upah. Kemudian diserahkannya kemenyan bpada orang yang duduk di sebelah kanannya, dan beranting kepada orang di sebelah kanannya hingga berkeliling ke seluruh ruangan, sebanyak tujuh kali putaran dan berakhir di hadapan pengupah-upah. Prosesi ini merupakan pembersihan tempat upaara dari hasrat-hasrat jahat yang mengganggu manusia dan jalannya upacara.

Selanjutnya, pengupah-upah bangkit menuju tempat orang yang akan diupah-upah untuk menabur beras kuning ke arahnya. Sebelum melakukannya, pengupah-upah memanjatkan doa dalam hati untuk minta perlindungan kepada yang maha kuasa, agar diberi kekuatan untuk mengupah-upah.

Tahap selanjutnya adalah mengupah-upah. Pengupah-upah mengambil nasi upah-upah dan mengangkatnya sejengkal di atas kepala orang yang diupah-upah, kemudian menggoyang-goyangkannya dengan gerakan berputar ke arah kanan, sebanyak tujuh kali. Penghitungannya diucapkan secara jelas: “oso” (esa/ satu), “duo” (dua), “tigo” (tiga), “ompek” (empat), “limo” (lima), “onom” (enam), “tujuh”, dengan intonasi datar dan tetap.

Setelah itu, pengupah-upah memberikan nasihat yang isinya anjuran untuk menuju kebaikan, yang berdasarkan kondisi dan alasan upah-upah diadakan. Upah-upah diakhiri dengan kembali menguapkan hitungan satu sampai tujuh, kemudian diikuti dengan kalimat, “salangkan kerbau tujuh sekandang, masih dapat dikendalikan, apalagi semangat kalian”. Lalu pengupah-upah meletakkan nasi upah-upah ke tempat semula dan kembali ke tempat duduknya dan menyerahkan kembali kemenyan kepada pengatur acara. Usai upah-upah, tuan rumah menjamu tetamu dengan hidangan sesuai kemampuan. Setelah menikmati hidangan, upacara ditutup dengan doa.

Ada beberapa jenis upah-upah, yaitu:

1) Upah-upah bosa, upah-upah yang dibuat untuk pasien yang menderita sakit parah. Perlengkapan yang harus disiapkan: nasi kunyit tiga tingkat, panggang ayam, bunga merah dan bunga kuning, lampu lilin dan papanji. Upah-upah dilaksanakan di atas satu helai tikar, kemudian pasien tidur di atas tikar tersebut. Esok harinya barulah alat-alat yang terserak di atas tikar dibuang;

2) Upah-upah kobosaran adat (upah-upah kebesaran adat), perlengkapannya nasi kunyit, panggang ayam, botieh yang diserakkan di sekeliling nasi kunyit, nasi putih dan telur ayam yang telah direbus diletakkan di sekelilingnya. Kemudian dipasang empat buah lilin, tujuh buah papanji, ditancapkan bungu sirah dengan bungu kuniang di atas nasi kunyit, diletakkan di atas talam. Talam tersebut diangkat oleh empat orang yang mewakili empat suku, lalu diupah-upahkan oleh datuk dari suku Bonuo, kalau tidak ada dari suku Muniliang. Upah-upah ini dilakukan untuk orang besar-besar, untuk orang yang tinggi kedudukannya seperti Kepala Kerapatan Adat, Datuk Bondoaro, Raja, dll.;

3) Upah-upah jopuik somangek (upah-upah menjemput semangat), dibuat untuk orang yang kehilangan semangat. Perlengkapannya: nasi kunyit satu tingkat, panggang ayam, satu butir telur ayam, lampu lilin dan papanji. Upah-upah dilakukan di atas tikar satu helai, kemudian pasien tidur di atas tikar tersebut. Esok harinya perlengkapan yang diletakkan di atas tikar dibuang;

4) Upah-upah niat, dibuatkan untuk orang yang ingin membayar niatnya. Perlengkapannya: nasi kunyit tiga tingkat, bagian-bagian kambing yang sudah dimasak (sedikit-sedikit satu jenis organ kambing yang telah dipotong tersebut), bunga merah dan bunga kuning, lampu lilin dan papanji;

5) Upah-upah sudah, upah-upah yang dilakukan pada kedua pengantin, setelah semua acara adat kenduri pernikahan selesai, setelah acara upah-upah selesai dilakukan maka selesai pula acara kenduri pada hari itu.

 

Lihat Juga

Marsden dan Pantun Melayu (tahun 1812)

Bagikan Pengantar William Marsden (1754-1836), seorang linguis dan sejarawan Inggris, adalah ilmuwan pioneer untuk kajian ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!