Beranda / Kabar / BERBUKA BERSAMA MASYARAKAT HUKUM ADAT

BERBUKA BERSAMA MASYARAKAT HUKUM ADAT

Bagikan

Oleh: Datuk Seri Drs. H. Taufik Ikram Jamil, M. I. Kom

Ketum DPH LAMR Prov. Riau

Santapan Ramadhan di Masjid Raya an-Nur dan RRI Pekanbaru

Ahad, 31 Maret 2024 bersamaan 20 Ramadhan 1445

الحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِاْلهُدَى وَدِيْنِ اْلحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ اْلكَافِرُوْنَ وَلَوْ كَرِهَ اْلمُشْرِكُوْنَ وَلَوْ كَرِهَاْلمُنَافِقُوْنَ

وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدِ ﷺ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَـعِينَ

Para pendengar Santapan Ramadhan Masjid Raya an-Nur dan RRI yang dimuliakan Allah Azawajalla

Semakin ramai orang di pekan

Datang untuk membeli kain sarung

Puasa Ramadhan telah kita laksanakan

Memasuki penggal ketiga waktu dihitung

Alhamdulillah, telah 20 hari puasa Ramadhan kita lewati. Berbagai ujian telah dihadapi, bebagai kisah telah dialami. Sesuatu yang sama seperti tahun-tahun lalu, tetapi tetap kita menginginkan kebaruan dan peningkatan sebagaimana tuntutan dari keimanan itu sendiri, semoga kita menjadi manusia yang bertakwa. Semoga kita memperoleh apa yang dikatakan pujanga Melayu ternama Raja Ali Haji bahwa barang siapa melaksanakan puasa, niscaya ia memperoleh dua tamasya. Rasa suka cita saat berbuka, lalu gelora gembira ketika bertemu dengan Allah Wajalla.

Ilustrasi: Pompong, transportasi air disepanjang Sungai Batang Gansal, Sanglar-Reteh (Foto: Deni Afriadi)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: ” يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: الصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُوَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِي، وَالصَّوْمُ جُنَّةٌ، وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ حِينَ يُفْطِرُ، وَفَرْحَةٌ حِينَ يَلْقَى رَبَّهُ، وَلَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُعِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ المِسْكِ “.

Dari Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda: Allah Yang Maha Agung dan Maha Tinggi berfirman: “Puasa itu adalah untuk Aku. Aku sendiri yang akan membalas puasa itu. Puasa telah menyebabkan (hamba-Ku) meninggalkan syahwatmu, makanan dan minumannya demi Aku. Puasa itu adalah perisai. Seseorang yang berpuasa akan mendapatkan dua kegembiraan, kesenangan, dan kebahagiaan pada dua waktu, yaitu waktu berpuka puasa, dan waku dia akan bertemu dengan Allah di akhirat kelak. Sungguh bau mulut seorang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada harumnya minyak kesturi. HR. Bukhari.

Para pendengar yang insyaallah dimuliakan Allah SWT. Ya, insyaalah, sebentar lagi, kita akan berada pada satu tamasya sebagaimana yang diistilahkan oleh Raja Ali Haji sebagai ssatu dari dua tamasya tadi. Mungkin banyak di antara pendengar yang saat ini sedang berada di hadapan hidangan. Ada korma yang memesona, kolak nan manis menggoda, mungkin juga pangsit maupun goreng-gorengan manja memanja mata. Terlihat es menyejukkan pandang,  mungkin kopi atau teh mengepulkan sukma. Lalu siap-siap sempedas sembilang atau baung menggulung lambung, mungkin juga ayam panggang dan ikan salai tak tinggal diam, disambut pecal atau anyang atau sayur lodeh dengan penuh idam.

Sekitar 12 jam kita menahan selera. Kita acuhkan lapar menggelepar, kita sepelekan haus menggerus, kita buang keingnan semuanya itu jauh ke dasarnya. Yang bulat kita pipihkan, yang pipih kita layangkan, kita sanjung seruan puasa untuk mendapat takwa sebagai tanda pengakuan iman. Tak 12 jam ini saja, tetapi juga hari-hari sebelumnya, telah 20 hari berlalu. Belum lagi kalau digabung dengan puasa-puasa sunnah, bahkan surut ke bulan-bulan belakang, bertemu dengan Ramadhan-ramadhan tahun sebelumnya dan sebelumnya lagi. Ya, kita lakukan ini karena iman yang dipilihkan Allah untuk kita, alhamdulillah.

يٰٓ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Cuma saja, dalam suasana menghadapi berbuka seperti ini, tentu kita juga ingat bahwa tidak sedikit di antara saudara kita yang menahan lapar bukan saja pada bulan Ramadhan ini, tetapi juga pada bulan-bulan di luarnya. Bukan pula menahan lapar itu karena iman, tetapi karena memang tidak ada yang dapat dimakan. Kalaupun mereka dapat mengisi lambung perut mereka, itu pun tak seberapa dan dengan penuh perhitungan pula. Tak pakai hidang-hidangan, tak pakai ancang-ancang pun. Bahkan jauh dari apa yang kita sebut sederhana.

Para pendengar yang insyallah dirahmati Allah.

Adalah kenyataannya, sekitar tujuh persen atau tak kurang dari 450 ribu orang rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan di Riau, masih bermasalah dengan ketersediaan makanan ini. Selera mereka tahan, keinginan mereka terpendam. Mereka berada di kampung-kampung, di pinggir rimba, di ceruk-ceruk yang sebagian adalah apa yang disebut masyarakat hukum  adat. Kita tahu, garis kemiskinan merupakan suatu nilai pengeluaran minimum keperluan makanan dan bukan makanan yang harus dipenuhi. Penghasilan mereka hanya sekitar Rp 533.000 per kapita per bulan.

Apakah hal itu karena sumber daya alam mereka lemah? Tidak sama sekali. Sudah 11 milyar barrel minyak disedot dari bumi Riau yang di antaranya merupakan kawasan adat Sakai dan Bonai atau masyarakat Melayu pedalaman lainnya. Lebih dari dua juta hektar hutan dibuka untuk kebun sawit, pun di antaranya terdapat bagian dari hutan ulayat masyarakat adat Talang Mamak, Petalangan, dan Anak Rawa, selan Sakai dan Bonai. Entah berapa banyak tanker dengan lambung penuh harta melintasi kawasan Suku Laut/ Duano dan Akit.

Tetapi mengacu pada apa yang disebut oleh Sekjen PBB John Ashe pada hari adat sedunia 9 Agustus 2014, rupanya masyarakat adat terpinggirkan dalam pembangunan semesta.  Tergusurnya hutan tanah ulayat di, terabainya hukum-hukum adat, serta sejenisnya, adalah kenyataan yang bisa begitu mudah kita temukan pada masyarakat adat di Riau. Hampir 250 kasus agraria terjadi di daerah ini sebagian besar merupakan sengketa masyarakat dengan korporat, kasus terbanyak di Indonesia. Belm lagi kerusakan lingkungan yang tak tanggung-tanggung.

Seorang pakar sosial ekonomi  dari Amerika Serikata, John Kenneth Galbraith  mengatakan, masyarakat miskin karena tidak bisa mengolah sumber daya alam dan sumber daya alam tak bisa diolah karena masyarakat miskin. Lingkaran setan, memang. Di sinilah peran kita, terutama pemerintah untuk menarik mereka keluar dari lingkaran itu. Teringat mereka saat berbuka puasa yang sebentar lagi akan kita laksanakan, suatu implikasi sederhana dari kenyataan ini yang dipancarkan oleh puasa Ramadhan.

Dan memangkah demikian, dimensi keimanan untuk menjadi takwa sebagaimana digariskan dalam puasa Ramadhan, juga ditandai oleh hubungan antarmanusia. Mengaitkan dengan suasana berbuka saat ini, ketika kita merasakan bagaimana saudara-saudara kita sebagaimana disebutkan di atas tadi, kita bersentuhan dengan dua dari tiga hubungan dasar dalam Islam yakni hubungan sesama manusia dan hubungan dengan alam, selain hubungan dengan Allah SWT.

Tentu hal ini tidak dapat dipandang ringan. Ungkapan Melayu Riau yang menyebutkan, “Kalau tidak ada laut/  hampalah perut//.  Bila tak ada hutan/ binasalah badan//. Selebihnya disebutkan, “Kalau binasa hutan yang lebat/  Rusak lembaga hilanglah adat”.

Ungapan Melayu lama itu menyiratkan juga kepada kita kepada upaya memelihara alam serta memanfaatkannya antara lain sebagai sumber ekonomi termasuk berkaitan dengan makanan. Tapi, apakah yang hendak mereka pelihara lagi karena subyeknya tidak mereka miliki. Tapi resikonya sungguh tak alang kepalang yakni hilangnya adat. Padahal, adat bersendi syarak, syarak bersendikan kitabullah. Syarak mengata, adat yang memakai.

Para pendengar yang Insya Allah disayangi Allah. Sampai di sini, kita juga menyadari bahwa konsep puasa Ramadhan tidak hanya mengalami hal yang berkaitan dengan makan-minum sebagai suatu wacana, tetapi juga bagaimana mengatasinya. Hal inilah yang kemudian kita rasakan disalurkan Allah melalui zakat fitrah. Tidakkah dengan demikian, kita juga diingatkan dalam lingkup tindakan berbagi sesama terlepas dari antarpihak yang berkepentingan.

Lalu, sudahkah kita memberi hak-hak masyarakat adat? Meskipun diakui penjajah, justru pancung alas sebagai konsep berbagi dalam masyarakat adat Melayu Riau sebagai pemanfaatan sumber ekonomi di daerahnya, justru menjadi asing di negerinya sendiri. Jangankan hal semacam ini, rancangan undang-undang masyarakat adat yang antara lain mengatur hak mereka sudah  belasan tahun terdampar di DPR.

Pada akirnya, waktu juga yang memisahkan kita.

Kerajaan Melayu terlama bernama Indragiri

Duduk bertahta 25 orang sultan

Santapan rohani Ramadhan sampai di sini

Salah dan khilaf, tolong dimaafkan.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Assalamaualaikum WW

Lihat Juga

Selain Sambut Puasa, LAMR Kembali Doakan Bangsa

Bagikanlamriau-id-Pekanbaru, Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Provinsi Riau kembali melaksanakan doa bersama untuk bangsa dalam ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!