Beranda / Matabudaya / Marwas

Marwas

Bagikan
marwas
Marwas (Foto: Hendra Burhan)

 

Marwas (yang juga disebut meruas, merwas, atau marawis), adalah alat musik jenis gendang (drum) yang berfungsi sebagai pengatur rentak atau tempo dalam musik iringan tari Zapin. Sebagai pengatur tempo, gendang marwas digunakan bersama alat musik gambus selodang sebagai pembawa melodinya. Untuk Dalam ansambel musik iringan tari Zapin, jumlah marwasnya sekurang-kurangnya tiga, atau lebih.

Bentuk, Bahan, dan Struktur Marwas
Gendang marwas terdiri dari dua muka berdiameter 15-20 sentimeter. Badannya dibuat dari batang kayu nangka, ciku, atau durian yang bagian tengahnya dilobangi. Penutup atau resonatornya terbuat dari kulit kambing atau kulit lembu yang ditipiskan. Kedua permukaannya diikat dengan tali rotan yang diraut, atau tali dari kulit kambing dan kulit lembu sapi, atau dengan kawat. Di masa kini, tali nilon lazim pula digunakan sebagai pengikat. Pengikat berfungsi untuk mengatur (menyetel) tegangan kedua permukaan (membrane), sehingga menimbulkan bunyi nyaring sesuai dengan yang dikehendaki.

Alat musik marwas termasuk ke dalam klasifikasi membranofon (sumber bunyi selaput atau kulit) dua sisi. Untuk memainkannya, marwas ditabuh dengan telapak tangan kanan pemainnya, sedangkan tangan kiri digunakan untuk memegang badan marwas. Sebagai penguat pegangan, dipasang tali melingkar, tempat menyarungkan ibu jari (jempol) tangan kiri, sehingga pegangan menjadi lebih stabil sewaktu marwas dipukul (dimainkan). Jenis tali untuk jari ini biasanya terbuat dari bahan yang lembut, seperti jalinan kain, sumbu kompor, dan lain-lain.

Tempo dan Cara menabuh Marwas
Tempo atau rentak musik iringan tari Zapin memakai empat ketukan dasar setiap beat-nya. Pola pukulan ketukan dasar pukul satu berada di ketukan jatuh (down beat) tiruan bunyi (onomatope) tung; sedangkan pada ketukan dasar pukul dua, pukul tiga, dan pukul empat masing-masing pada pukulan naik (up beat onomatopic) tak, tung, dan pak.

Masing-masing pemain marwas memberikan variasi atau improvisasi bunyi pukulan. Pada saat tertentu intensitas bunyi dilemahkan dan pada saat yang lain dikuatkan. Bunyi yang normal (tidak kuat) biasanya ditabuh pada waktu pemain gambus menyanyi. Bunyi yang kuat dilakukan di antara bait nyanyi yang satu dengan bait nyanyi seterusnya. Pemain marwas pertama berperan sebagai pembentuk pola ritme dasar (yang disebut juga dengan penyelalu), sedangkan pemain marwas kedua, ketiga, dan seterusnya disebut dengan peningkah: marwas kedua peningkah marwas pertama, marwas ketiga peningkah marwas kedua), dan seterusnya. Rentak dengan intensitas bunyi yang dikuatkan disebut dengan tahtum, tahto atau santing, dengan bunyi (onomatope) pak.

Dalam memainkan marwas, bunyi tung dihasilkan dengan cara memukul (menepuk) jari telunjuk kanan ke membran sebelah atas, antara tepi dan tengah marwas, jari-jari tangan kiri di sebelah membran bawah dibuka untuk menimbulkan bunyi tung yang jelas.

Bunyi marwas tak dihasilkan dengan cara memukul (menepuk) satu atau dua jari telunjuk dan jari tengah, atau jari telunjuk saja ke membran sebelah atas pada sisi tepi marwas, sementara jari tangan kiri yang di sebelah membran bawah dirapatkan dengan membaran.

Bunyi marwas pak dihasilkan dengan cara memukulkan (menepuk/menampar) seluruh jari tangan kanan ke membran sebelah atas antara sisi tepi hingga ke sisi tengah. Separuh dari telapak tangan kanan berada di sebelah luar membran marwas dan separuhnya lagi beserta seluruh jari tangan kanan berada di sisi tepi hingga sisi tengah marwas. Ketika tangan kanan sampai ke membran sebelah atas, ujung jari diangkat sedikit ke atas sehingga menimbulkan bunyi pak yang jelas dan yang dikehendaki. Pukulan disesuaikan dengan tekniknya, sehingga tidak menimbulkan rasa sakit pada tangan kanan.

Rentak dasar bunyi marwas dalam iringan musik tari Zapin terdiri dari pola ritme pukulan bermotif satu bar (birama) yang dibunyikan berulang-ulang, bertempo agak cepat yaitu dengan metronom sekitar 80-120 (M.M.=120), dan susunan durasi not seperempat dan not seperdelapan. Dalam satu siklus terdiri dari 4 ketukan, dengan warna bunyi tuk, tak, dan pak, yang didominasi oleh aksen bunyi tak dan tung.

 

(Zuarman Ahmad/ AA)

Lihat Juga

Marsden dan Pantun Melayu (tahun 1812)

Bagikan Pengantar William Marsden (1754-1836), seorang linguis dan sejarawan Inggris, adalah ilmuwan pioneer untuk kajian ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!