Beranda / Matabudaya / Monimang Bonieh (Menimang Benih)

Monimang Bonieh (Menimang Benih)

Bagikan
Monimang Bonieh
Ladang Padi (Foto: SR)

Monimang bonieh (menimang benih padi) adalah salah satu tradisi yang hidup dalam masyarakat peladangan di Rokan Hulu di masa lalu. Tradisi ini mulai dilupakan sejak peladangan mulai menghilang dari kehidupan masyarakat Rokan Hulu pada tahun 90-an, seiring dengan kian menyempitnya lahan karena agresifnya pembukaan hutan untuk tanaman industri.

Di masa lalu, tradisi ini dilaksanakan di tiap-tiap ladang yang akan ditanami benih. Tempat pelaksanaannya yaitu di simpang empat ladang. Di tempat ini dibuat pumpunan yang berbentuk mengerucut dan memiliki makna sesuatu yang terkumpul. Secara simbolis pumpunan bermakna titik pertemuan delapan penjuru mata angin. Pumpunan merupakan tempat menurunkan benih padi.

Monimang bonieh dilaksanakan pada malam hari dan biasanya diramaikan dengan kesenian Bukoba (mendendangkan Koba) atau Kosidah Burudah sampai jauh malam, karena ada kepercayaan benih padi akan bagus bila mendengar nyanyian.

Dalam prosesinya, benih padi yang akan ditanam diletakkan bersama-sama dengan induk bonieh (induk benih, berupa batu khas) di dalam karung, yaitu sejenis anyaman dari daun logiang yang dipakai sebagai wadah. Karung yang telah berisi induk benih dan benih padi kemudian digendong dengan kain berwarna kuning atau merah oleh istri pemilik ladang yang akan membawanya berkeliling ladang. Bomou merenjiskan air “tampang tawar” (tepung tawar, pen.) sebagai ubat bonieh (obat benih) dengan menggunakan dedaunan seperti: daun kumpai, cokorou, dindingin, tetawak, ribu nasi, linjuang, susugi dan pupangie. Bomou juga mengasapi benih dengan asap kemenyan yang dibakar. Tujuan prosesi ini tercermin dalam dalam pepatah berikut:

bungka gonok munahan cubo (kuat menahan cobaan)
setapak bupantang suruik (melangkah pantang surut)
sonitiek bupantang hilang (menitik pantang hilang)
barieh pantang besilang (baris pantang bersilangan)
neracu bupantang bupaliang (neraca pantang berpaling)
punorang alam semato-mato (penerang alam yang satu)

Maknanya adalah apabila telah berniat dan bertekad harus tetap teguh pendirian dan bersandar kepada Yang Maha Kuasa. Tujuan tampang tawar ini adalah penyerahan diri sepenuhkan kepada Tuhan, untuk menerangi: 1) alam hati; 2) alam pikiran; 3) alam yang nyata.

Karung (Foto: SR)

Sepanjang prosesi tersebut, bomou menyanyikan lagu mantera Timang Padi berulang-ulang.

Mantera Timang Padi

Padi kudenak padi kudenai
Padi kutimbang batang ari
Mari anak marilah amai
Mari kutimang sari-sari
Kutimang omeh kutimang perak
Kutimang boreh dengan padi
Daun kolian putih boselo
Batang kolian puti bodiri
Daun kolian puti molampai
Bungu kolian manyang tourai
Ooo si jibah si jibun si cahayo
Namunyo kolian bojibah
Bojibun lah buah kolian
Sobonyak kosiek di pantai
Sobonyak bujiah di lautan
Sori nur rupo kolian bonamu
Nur mulio intan sori aku bonamu
Kito tiado akan bolokang
Dari awal sampai akhir joman
Borokat la ilaha ilallah

Induk Bonieh (Foto: SR)

Berakhirnya prosesi ini menandai masuknya tahap menugal yang dilaksanakan keesokan harinya. Meskipun monimang bonieh dilakukan setiap akan memulai menugal di ladang manapun oleh pemilik ladang, namun tidak setiap pemilik ladang harus memiliki induk bonieh sendiri. Satu banjar ladang (kelompok peladangan) cukup memiliki satu dan dipakai secara bergiliran. Selain mengawali tahap menugal, monimang bonieh juga dilakukan pada tahap-tahap penting dalam pertumbuhan padi yang ditanam (dari awal hingga akhir menjelang dipanen) yang ditandai dengan ciri-ciri berikut:

1. Padi morogong, saat benih padi mulai menguncup
2. Main angin, saat tanaman padi mulai dapat bergoyang ditiup angin
3. Naik pajalan, sudah setinggi kurang lebih 30 sentimeter, mulai lincah kalau diterpa angin
4. Monyusun polopah, daunnya mulai terlihat lurus
5. Mongence, daun sudah mengembang
6. Padi tobiek (padi mulai tumbuh), inilah saatnya Timang Buah, namun lagunya sama dengan Timang Padi. Pada saat ini, sudah kelihatan mana padi yang tumbuhnya paling bagus. Rumpun pagi yang bagus ini dipisahkan dan dikungkung dengan tali, disebut dengan Pulau Benih.
7. Timang kan memaok pulang, yaitu timang yang dilakukan sore sehari sebelum memanen.

 

Narasumber: Taslim F. Datuk Mogek Intan
Penulis: Sita Rohana

Lihat Juga

Marsden dan Pantun Melayu (tahun 1812)

Bagikan Pengantar William Marsden (1754-1836), seorang linguis dan sejarawan Inggris, adalah ilmuwan pioneer untuk kajian ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!