Beranda / Matabudaya / Gasing

Gasing

Bagikan

Permainan tradisional yang dimainkan dengan dipusing (diputar). Bentuknya bulat atau oval. Ukurannya bermacam-macam, ada yang berkisar antara 10-15 cm dan ada yang lebih besar. Permainan ini telah ada sejak dulu tanpa diketahui secara pasti waktunya. Konon, sejak zaman kesultanan Melaka sudah ada. Gasing biasa dimainkan oleh anak-anak maupun orang dewasa. Di Indonesia, gasing tersebar di hampir seluruh wilayah dengan kekhasan dan istilah yang beragam.

Gasing Berembang (Foto: Sita Rohana)

Gasing memiliki bagian-bagian yaitu: kepala, leher, bahu, dan ekor. Bagian kepala gasing adalah pusat keseimbangan, kadang di dalamnya dimasukkan logam sekaligus menjadi ekornya (paksi). Agar dapat berpusing, dipakai tali yang dililitkan di bagian leher hingga ke bahu gasing. Ujung tali yang satu disematkan di dalam lilitan, ujung satu lagi dipegang pemain sembari menyentakkannya kuat-kuat ke tanah dan menarik talinya sehingga gasing berpusing. Selain sebagai tempat melilitkan tali, bagian kepala dan leher menjadi sasaran pukulan gasing lawan (pangkah). Bagian bahu berfungsi sebagai penahan keseimbangan putaran gasing dan penahan pukulan gasing lawan. Sedangkan bagian ekor berfungsi sebagai tumpuan pusingan gasing, karenanya bentuknya selalu meruncing atau diberi logam dan bahkan jarum/ paku.

Gasing dari kayu Menggeris (
Koompassia excelsa) seberat 140 kg koleksi BPNB Kepri (Foto: Sita Rohana)

Gasing Melayu pada umumnya terbuat dari kayu pohon pelawan (Tristania sumatrana), mentigi (Pemphis acidula), rukam (Flacaourtia rukam), kayu sepang (Caesalpinia sappan), petai (Parkia speciosa), nangka (Artocarpus heterophyllus), dll. Agar lebih kuat, kadang gasing direndam dalam lumpur selama 3-4 bulan, sehingga warna kayunya menghitam. Sedangkan tali gasing dapat dibuat dari serat kulit kayu, benang, atau nilon yang dijalin menjadi tali berpilin.

Bentuk gasing di alam Melayu terbagi dua, yaitu: “gasing jantung” yang berbentuk serupa jantung pisang dan “gasing berembang (Sonneratia caseolaris)” yang serupa buah berembang atau “gasing epel” (dari kata apple, Ing.). Di wilayah Riau daratan dan kepulauan (kecuali Pulau Tujuh), serta kepulauan Bangka-Belitung, gasing yang lazim dimainkan adalah jenis “gasing jantung”

Gasing Jantung (Foto: Sita Rohana)

Ada dua jenis permainan gasing, yaitu dengan uri dan pangkah. Tanding uri berdasarkan ketahanan pusingan gasing, yang paling lama yang menjadi pemenang. Tanding pangkah yaitu dengan mengadu gasing dengan gasing lain dengan pemangkah gasing yang telah lebih dulu berpusing, kemenangan ditentukan oleh ketahanan gasing yang dipangkah dan yang memangkah. Bila gasing yang dipangkah berhenti berpusing setelah terkena pangkah atau terbelah dua, maka gasing tersebut dinyatakan kalah; demikian juga sebaliknya. Kedua jenis permainan ini biasanya dipakai bersama-sama dalam tanding gasing. Tanding uri dipakai untuk menentukan pemain yang mendapatkan giliran pertama untuk memangkah.

Gasing juga dipakai sebagai kias semisal: “Hidupnya sudah seperti gasing (meleno/ menunggual)” yang maknanya adalah hidup yang sudah baik dan tidak mengganggu orang lain. (Sita Rohana)

 

Rujukan:
Atlas Kebudayan Melayu Riau, Pekanbaru: P2KK-UNRI, 2004-2009.
Elmustian, Inventarisasi  Simbol-Simbol Adat Limo Koto di Tongah Rantau Nan Kurang Oso Duo Puluah; Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan, 2007.
Taslim F., dan Junaidi Syam, Trombo Rokan, Pasirpengarayan: Yayasan Garasibumy, 2007.
R.J. Wilkinson, A MalayEnglish Dictionary, London: Macmillan & Co. Ltd., 1959.

 

Lihat Juga

Marsden dan Pantun Melayu (tahun 1812)

Bagikan Pengantar William Marsden (1754-1836), seorang linguis dan sejarawan Inggris, adalah ilmuwan pioneer untuk kajian ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!