Kondisi saat ini
Secara historis, pantun hidup dan berkembang dalam tiga gejala budaya masyarakat Nusantara, yaitu lisan primer (primary orality), tulisan (naskah/manuskrip dan cetak), serta lisan sekunder (secondary orality, media elektronik dan digital). Sebagai warisan budaya lisan primer, pantun semakin langka seiring makin ditinggalkannya praktik-praktik ritual purba di tengah-tengah masyarakat Nusantara, derasnya penetrasi pengetahuan modern, dan perubahan drastis ekologi fisik yang menyagang kehidupan ritual-ritual tersebut.
Dalam acara-acara adat, pantun-pantun yang digunakan para pemangku adat, tidak hanya merupakan retorika khas dalam rangkaian sebuah prosesi, tetapi juga menjadi media untuk merawat ingatan komunitas pada leluhur, alam, nilai, norma, dan hukum serta aturan-aturan adat itu sendiri. Bersama peminggiran peranan adat dan para pemangkunya dalam kenyataan masa kini Nusantara, tradisi dan penciptaan pantun untuk acara-acara adat terancam punah.