Namun, perkembangan tersebut tidak selalu positif bagi kelestarian pantun itu sendiri. Sebagian penggunaan pantun dalam media televisi, media sosial, media luar ruang, dan dunia penerbangan cenderung artifisial, karena terkesan hanya mengejar persamaan bunyi akhir (rima akhir ab-ab) saja. Rima akhir hanyalah salah satu unsur pembentuk pantun. Rohnya terdapat dalam kesebatian yang utuh dari unsur-unsur teknis (sampiran-isi, jumlah kata dan suku-kata, rima, dsb.), logis, dan etis.
Identifikasi dan takrif
Pantun dapat ditakrifkan sebagai puisi yang terdiri atas empat baris sebait, yang sekurang-kurangnya bersajak akhir a-b-a-b. Setiap baris pantun yang baik terdiri atas 4-5 kata bersuku-kata 8-12, mengandung sebuah sketsa kecil yang membangun suatu kesatuan utuh dan bulat dari segi bentuk, musik, serta makna. Dua baris pertama disebut sampiran (pembayang), secara tersurat tidak memiliki hubungan semantik dengan dua baris berikutnya yang disebut isi (maksud).