Kesenian Zapin Api merupakan warisan budaya tak benda yang berasal dari Rupat Utara-Kabupaten Bengkalis. Kesenian ini sedang diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Kebudayaan untuk ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Provinsi Riau di tahun 2017. Pengusulan atas khasanah budaya yang dimiliki tentu saja dalam rangka menjaga agar seni budaya tersebut tidak hilang ditelan zaman. Apalagi mengingat, para pelaku seni budaya tradisi, sebagian besar ditekuni oleh orang-orang tua kampung setempat.
Begitu juga dengan keberadaan kesenian Zapin Api di Rupat Utara, tepatnya di desa Teluk Rhu. Kesenian yang unik ini ditekuni salah satu sanggar, yaitu Sanggar Petak Semai, sebuah sanggar yang didirikan sekitar tahun 2006 lalu. Sanggar ini menghimpun anak-anak muda di kampung untuk bersama-sama menjaga kesenian yang ada di daerah tersebut, mulai dari seni musik, teater dan juga tari dan beberapa kesenian tradisi lainnya.
Kesenian Zapin Api menjadi perhatian utama pula oleh Sanggar Petak Semai beberapa tahun belakangan. Apalagi, salah seorang tokoh Kesenian Zapin Api, M Nur Yank Cik di Teluk Rhu ini menjadi Pembina di sanggar tersebut sudah sejak lama. Namun belum lama ini, tepatnya 21 Febuari 2017, sanggar Petak Semai dirundung kedukaan yang mendalam. M Nur Yank Cik yang telah berusia 103 tahun itu berpulang ke Rahmatullah.
Hal itu diceritakan anak bungsunya, M Afis ketika tim Balai Sawang LAMRiau berkunjung ke sanggar Petak Semai beberapa waktu lalu, (6/3). Diceritakan Afis sapaan akrabnya, sepeninggal almarhum bapaknya itu, tentu saja sebuah kehilangan bagi keluarga dan juga anggota sanggar karena selama ini, dari almarhumlah, semua anggota belajar kesenian Zapin Api.
“Bapak memang sudah sejak lama menguasai tari Zapin Api tapi selama ini beliau tak pernah memberi tahu ke anak-anaknya, termasuklah saya. Tapi kemudian, tahun 2009, barulah kebolehannya itu terungkap ketika ada tim dari tv nasional datang berkunjung ke desa kami, meminta untuk mempersembahkan tari zapin api. Semula, tim tersebut mendatangi orang lain, tapi karena syarat-syaratnya tidak pas, zapin api tak jadi digelar. Lalu tim itu mendatangi bapak. Awalnya, bapak keberatan, tetapi mengingat tidak ingin mengecewakan orang, barulah kemudian bapak menerima permintaan tim tersebut,” cerita Afis yang juga merupakan guru seni di SMK 2 Rupat Utara itu.
Lebih jauh dijelaskan Afis, sejak itulah, mereka tahu, bahwa bapaknya adalah pelaku kesenian Zapin Api dan sejak itu juga mereka diajarkan dan sampai hari ini masih tetap mempergelarkannya apabila ada undangan. Almarhum selama ini sengaja menyembunyikan kemampuannya itu, karena kata Afis, ada kekecewaan di hati almarhum karena sudah sejak lama, beliau menghidupkan seni budaya yang ada di desa Teluk Rhu ini, mulai dari bangsawan, ghazal, zapin api tetapi tidak ada respon dan kepedulian dari pemerintah dan juga masyarakat.
Upaya yang dilakukan dengan semangat dan dana swadaya itu terkesan sia-sia dan kesenian yang ada malah semakin terpuruk dan tenggelam akibat masuknya seni modern seperti orgen tunggal. Oleh karenanya, mulai dari 1950an, kesenian Zapin Api tak pernah dipergelarkan. “Barulah 2009 lalu itu, dipergelarkan kembali oleh orang tua tu. Almarhum juga, tampaknya terpacu semangat karena saya selaku anaknya sememang berminat juga di bidang seni budaya, makanya setiap hendak mementaskan zapin api, selalu beliau cakap, demi dikau aje ni,” jelas Afis lagi.
Namun demikian, meskipun kepergian M Nur Yank Cik adalah sebuah kedukaan dan kehilangan, disisi lainnya, menjadi sebuah tanggung jawab mereka untuk tetap meneruskan cita-cita almarhum dalam menjaga dan melestarikan kesenian tradisi tersebut. “Apa yang sudah ditoreh oleh almarhum harus terus kami pertahankan semampu kami, karena memang sudah jadi cita-cita dan pesan almarhum untuk terus menjaga dan melestarikan seni budaya yang ada,” jelas Afis.
Apalagi, dua hari sebelum almarhum meninggal, Afis selaku anak bungsunya, sudah merasa ada sesuatu yang aneh, sebab dua malam berturut-turut latihan untuk persiapan tampil di acara Riau Art Camp Festival 2017, almarhum memanggil Afis usai latihan. Dia menjelaskan kepada Afis perihal tatacara pelaksanaan Zapin Api secara detil dan terperinci. Hanya saja, Afis ketika itu tidak mengira kepergiannya setelah malam latihan yang ketiga.
“Bapak tak ada sakitnya. Makanya kami tak ada firasatlah. Cuma, di malam ketiga, pertengahan latihan, beliau gaduh sesak nafas dan dia memilih untuk rehat di kursi. Sementara kami tetap saja melanjutkan latihan, karena memang biasanya almarhum sesak nafas begitu. Hanya saja, usai kami latihan, beliau barulah memanggil saya dan mengadu kepada saya, agar dia sudah tak tahan dan minta dibawa ke dokter. Dalam sakit tu, beliau sempat juga berpesan, agar saya menjaga kawan-kawan,” kenang Afis agak terbata-bata menahan sedih.
Kepergian salah seorang pelaku Kesenian Zapin Api dari sanggar Petak Semai tentunya tidak mengkhawatirkan akan lenyapnya kesenian tersebut. Warisan itu tetap terjaga seiring dengan semangat Afis dan rekannya di Sanggar Petak Semai. Karena menurut pengakuan Afis, segala kebolehan M Nur Yank Cik selaku ayahnya sudah diwariskan kepadanya. “Insyaallah sudah diberi kepada saya, tinggal saya dan kawan-kawanlah lagi yang bertanggung untuk meneruskannya,” tutup Afis.
Hal itu dibuktikan Afis bersama 21 anggota sanggarnya di malam pembukaan helat Riau Art Camp Festival 2017. Untuk perdana, Afis menggantikan posisi almarhum bapaknya menjadi khalifah di pergelaran Kesenian Zapin Api. Memang diakui Afis sangat berat hatinya menggelar kesenian itu mengingat baru beberapa minggu sepeninggalan Bapaknya. Tetapi Alhamdulillah penampilan sanggar Petak Semai tidak mengecewakan masyarakat pada malam itu. (jef)