Beranda / Telaah / Pantun

Pantun

Berbeda dengan pantun-pantun untuk hiasan retorik dalam pidato-pidato. Sejak tahun 1980-an, di pusat-pusat alam Melayu (seperti di Kepulauan Riau, Riau, dan Kalimantan Barat), para pejabat cukup biasa memasukkan bait-bait pantun di dalam teks pidato mereka. Pada umumnya, bait-bait pantun itu disajikan di bagian awal dan akhir pidato; namun tidak jarang pula ditempatkan pada bagian tengah teks. Berkembangnya gejala ini di Indonesia diduga berhubungan dengan politik identitas yang sejak pertengahan tahun 1970-an didorong oleh pemerintah Indonesia, dalam bentuk kegiatan-kegiatan inventarisasi dan dokumentasi kebudayaan ‘daerah’. Setelah reformasi 1998, yang diikuti dengan kebijakan otonomi daerah, pemerintah dan masyarakat di kawasan-kawasan berbudaya Melayu di seluruh Indonesia menyuburkan kegiatan-kegiatan penemuan (kembali) identitas lokal mereka; dan pantun adalah di antara simbol identitas lokal yang terjaring dalam kegiatan-kegiatan tersebut.

Bagikan

Lihat Juga

SASTRA LISAN DAN KESADARAN ‘RUANG’

SASTRA LISAN DAN KESADARAN ‘RUANG’ Oleh: Alvi Puspita Rindu Berbilang Rindu “Tapo-apo kojo Waang ma. ...