Beranda / Kabar / Sutardji Calzoum Bachri Berkunjung ke LAMR
Sutardji Calzoum

Sutardji Calzoum Bachri Berkunjung ke LAMR

Bagikan

PEKANBARU – Penyair nasional asal Riau yang mendapat julukan Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri dan sejumlah penyair lokal, nasional, dan negara jiran, melakukan kunjungan ke Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Jumat petang (3/8/2018). Kunjungan Sutardji ini sebagai salah satu rangkaian kegiatan Peringatan Hari Puisi Nasional tahun 2018 yang mengambil tema “Puisi Merawat Tradisi”.

Kehadiran Sutardji di Balai Adat Melayu Riau bersama penyair Riau Fakhrunnas MA Jabbar dan sejumlah penyair lainnya itu diterima oleh Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR Datuk Seri H. Al azhar, Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) Datuk Syahril Abubakar, Sekretaris Umum MKA Datuk Taufik Ikram Jamil, dan sejumlah pengurus LAMR lainnya.

Ketua Umum MKA LAMR Datuk Seri H. Al azhar dalam kata elu-eluannya mengucap selamat datang kepada Sutardji dan penyair lainnya yang hadir. Pada kesempatan tersebut Datuk Seri Al azhar menceritakan secara singkat mengenai Balai Adat Melayu Riau yang dibangun tahun 1982 yang menjadi pusat atau ‘rumah besar’ bagi masyarakat Riau bukan saja bagi masyarakat Melayu tetapi juga bagi masyarakat berbilang suku di Riau.

“Paguyuban berbagai suku bangsa di Indonesia yang bermukim di Riau juga bernaung menjadi bagian dari rumah besar ini sehingga alhamdulillah antara suku yang ada di Riau ini paling tidak selama 48 tahun sejak LAMR berdiri pada 6 Juni 1970 tidak ada konflik sampai kepada kekerasan,” kata Al azhar.

Sebagai pengurus LAMR, mendapat amanah untuk mentadbir LAMR sejak tahun 2017 dimana sebelumnya di MKA dipimpin oleh seorang tokoh yang dikenal di Semenanjung Malaysia hingga ke Pattani, Thailand yaitu Allahuyarham Dr (Ps) H. Tenas Effendy yang wafat pada 28 Februari 2015 pada usia 78 tahun.

Sejak beliau berpulang, menurut Al azhar, pada hari beliau wafat, LAMR mengadakan kegiatan Syarahan Mengenang H Tenas Effendy yang diselenggarakan setiap tahun sejak tahun 2016. Banyak perkara yang dibicarakan terutama yang berkaitan dengan karya-karya beliau. “Jika dijelaskan mengenai kegiatan LAMR pasti akan memerlukan waktu yang banyak,” kata Al azhar.

Menurut Al azhar, jika Sutardji mengarang puisi Tanah Air Mata, maka Balai Adat ini adalah rumah air mata karena yang dibawa orang ke sini, kecuali kawan-kawan sekalian adalah masalah yang berkaitan dengan hajat hidup orang kecil. “Orang kecil yang datang ke sini seperti beberapa kelompok masyarakat adat yang tanahnya yang dirampas perusahaan yang mendapat izin dari pemerintah. Kita menjadikan hati kita sebagai baskom atau wadah untuk menampung air mata mereka,” ujar Al azhar.

Datuk Seri H. Al azhar juga menyampaikan mengenai pengelolaan ladang minyak Blok Rokan di Provinsi Riau yang mulai tahun 2021 mendatang akan dikelola BUMN PT Pertamina. Selama ini, Blok Rokan dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia.

“Tahun 2021, PT Chevron harus keluar dari sini karena kalah dari PT Pertamina. Tapi anehnya, minyak yang ada di halaman, depan dan belakang rumah kami masyarakat adat di sini, Pemprov apalagi masyarakat adat tidak pernah diajak atau dipelawa. Jangankan berunding, ucapkan salampun tidak sehingga menimbulkan kemarahan masyarakat,” ujarnya.

Sutardji yang dipersilakan menyampaikan sepatah dua kata oleh Datuk Seri Al azhar mengucapkan salam dan terima kasih karena telah diterima di LAMR. Menurut Sutardji sebagai penyair datang ke majelis adat, mengutip puisi Chairil Anwar, orang yang ‘binatang jalang dari kumpulan yang terbuang”. “Tentu tidak akan ingin ke tempat adat itu saya kira. Jadi akan aneh sekali melihat kita ini. Namun Chairil tetap dihargai sebagai seniman besar,” ujarnya.

Penyair kelahiran Rengat, Indragiri Hulu, 24 Juni 1941 ini mengatakan zaman berubah dan penyair mengisi pemaknaan Indonesia ini dengan nilai-nilai baru dimana tradisi mendapat tempat. Dalam hal ini, penyair merawat tradisi, membela tradisi, bisa juga membesarkan tradisi seperti dikatakan oleh Taufik Ikram Jamil adalah durhaka jika penyair melawan tradisinya.

“Setelah kita buktikan bahwa penyair adalah buah hati daripada tradisi, buah hati dari masyarakatnya. Kita bukan binatang jalang. Dialah buah hatinya. Dialah menghibur masyarakat tradisionalnya karena berasal dari akar rumputnya. Dia bersatu dengan tradisi,” kata Sutardji

Penerima anugerah hadiah South East Asia Writer Awards atas prestasinya dalam sastra di Bangkok, Thailand tahun 1979 ini mengatakan penyair menulis tidak di atas kertas kosong tetapi di atas kertas yang telah diisi oleh-oleh ayat-ayat tradisi.
Menurut Sutardji, dulu dia pernah menulis di Kompas ketika mendapat penghargaan dari Dewan Kesenian Riau yang dalam tulisan tersebut dikatakan bahwa tidak ada lagi penyair itu menyatu dengan tradisinya. Gunawan Muhammad mengatakan seperti Malin Kundang seniman dengan tradisinya.

Tetapi sekarang penyair menyatu dengan tradisinya. Secara romantik seperti Malin Kundang. Tetapi sekarang penyair menyatu dan bisa menyerap tradisinya, bisa harmoni dengan tradisinya. Tidak lagi seperti Chairil atau Sitor Situmorang yang tidak bisa kembali ke asal tradisinya. Manusia berbatasan di tradisi tidak, di Barat juga tidak.
“Tetapi kita alhamdulillah berada dalam kandungan rahim tradisi. Mungkin pada suatu saat kita memberikan sesuatu pada tradisi itu,” kata Sutardji mengakhiri ucapannya. (z).

Lihat Juga

KASAL TERIMA PENGANUGERAHAN GELAR ADAT β€œDATUK SERI SEGARA UTAMA SETIA WANGSA”

Bagikan lamriau.id-Pekanbaru, Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Dr. H. Muhammad Ali S.E., M.M., ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!