Setelah itu, sebagian besar unsur pertunjukan Randai di Kuantan berubah dari kelaziman Randai Minangkabau. Unsur utama dalam proses transformasi itu adalah pada cerita yang dihidangkan. Di masa-masa agresi Belanda (1948-1949), masyarakat Kuantan amat bersemangat melawan upaya Belanda untuk kembali menjajah Indonesia. Semangat perlawanan ini antara lain dituangkan ke dalam cerita yang mereka pertunjukkan. Lahirlah Randai Sikum, yang mengisahkan kehidupan seorang mata-mata Belanda. Sejak itu, cerita-cerita Randai Kuantan bergeser dari mitos dan legenda Minangkabau ke kisah-kisah realitas sehari-hari masyarakat setempat, hingga ke masa kini.