Demikianlah, dari masa lalu kebudayaan Melayu kita mendapatkan sejumlah artefak berbentuk sastra naskah, litografi, dan cetak genre roman (semisal cerita-cerita Panji); di depan latar kebudayaan Melayu-Islam yang berkembang utuh, kita menyaksikan pawai karya yang di satu pihak menerima Islam sebagai patokan-patokan kebudayaan baru yang menganjungkan akalbudi berlandaskan Al-Quran dan Hadits, tapi di lain pihak masih tetap menganjungkan fantasi-fantasi yang menyerlahkan jalan nafsu-nafsi yang menghala pada kelupaan. Dari masa lalu pula kita mendapatkan artefak sastra yang dimaksudkan sebagai ‘sejarah’ dalam arti kronik-silsilah semisal Sulalatu s-Salatin/ Sejarah Melayu dan Sejarah Raja-raja Melayu/ Hikayat Siak; di depan latar harapan rekaman kenyataan kebudayaan sebagaimana dimaksudkan dalam penulisannya, teks-teks itu justeru sarat pula dengan muatan fiksional (peristiwa maupun tindakan tokoh-tokohnya). Kebudayaan sebagai tanda yang melatari teks-teks itu ‘ditantang’ oleh ‘kenyataan’ lain (yaitu: fiksi), sehingga makna yang ‘kaku-baku’ jadi ‘lentur’. Itulah ‘permainan’ tanda dan makna.
Tags al azhar Datuk Seri Al Azhar kebudayaan sastra
Lihat Juga
Syawal dalam Peristiwa Resiprokal Orang Melayu
Syawal dalam Peristiwa Resiprokal Orang Melayu oleh: Syaiful Anuar Menurut Ibnul ‘Allan asy Safii, kata ...