Demikianlah, dari masa lalu kebudayaan Melayu kita mendapatkan sejumlah artefak berbentuk sastra naskah, litografi, dan cetak genre roman (semisal cerita-cerita Panji); di depan latar kebudayaan Melayu-Islam yang berkembang utuh, kita menyaksikan pawai karya yang di satu pihak menerima Islam sebagai patokan-patokan kebudayaan baru yang menganjungkan akalbudi berlandaskan Al-Quran dan Hadits, tapi di lain pihak masih tetap menganjungkan fantasi-fantasi yang menyerlahkan jalan nafsu-nafsi yang menghala pada kelupaan. Dari masa lalu pula kita mendapatkan artefak sastra yang dimaksudkan sebagai ‘sejarah’ dalam arti kronik-silsilah semisal Sulalatu s-Salatin/ Sejarah Melayu dan Sejarah Raja-raja Melayu/ Hikayat Siak; di depan latar harapan rekaman kenyataan kebudayaan sebagaimana dimaksudkan dalam penulisannya, teks-teks itu justeru sarat pula dengan muatan fiksional (peristiwa maupun tindakan tokoh-tokohnya). Kebudayaan sebagai tanda yang melatari teks-teks itu ‘ditantang’ oleh ‘kenyataan’ lain (yaitu: fiksi), sehingga makna yang ‘kaku-baku’ jadi ‘lentur’. Itulah ‘permainan’ tanda dan makna.
Tags al azhar Datuk Seri Al Azhar kebudayaan sastra
Lihat Juga
Adat Memilih Pemimpin
Adat Memilih Pemimpin Oleh: Syaiful Anuar Pagi Sabtu, 29 Januari 2022 lalu saya melihat dari ...
LAMR Lembaga Adat Melayu Riau