Kampung ini terletak di tepi Sungai Rokan, di hilir Sikeladi, di mudik Tolukmego (Telukmega, pen.). Sintong merupakan kampung yang ramai, bertebing sungai tinggi dan berbukit. Orang Sungai Rokan meyakini bahwa Sintong adalah tanah kasang (tanah timbul) pertama ketika alam sekeliling masih berupa laut. Dari Sintong inilah orang bertolak berlayar menuju ke Tanah Semenanjung (kini Malaysia), di seberang Sintong terdapat tanah timbul yang disebut Balaimokom dan Kasangmungka (di dekat Siarangarang).
Ada tiga versi tentang asal usul nama Sintong. Versi pertama, menurut Pongulu Lawa, dahulu ada pelaut yang berlayar dekat sebuah tanjung (Sintong), tiba-tiba mereka dihantam oleh badai dan gelombang besar, namun dapat berlindung di satu pulau, sehingga ia pun berkata “Bountong kito dapek singgah di siko, sountong kito, selamat.” (Beruntung kita singgah di sini, sama-sama beruntung kita sehingga selamat). Dari kata sountong (sama-sama beruntung) inilah menjadi Sintong. Ada pula yang menyebut sountung sehingga menjadi Sintung.
Versi kedua, konon ada serangan dari orang-orang Batak yang berusaha mencari Putoiy Ijau (Putri Hijau), kemudian mereka menemukan negeri telah kosong ditinggalkan orang, yang mereka yakini menjadi tempat persembunyian Putoiy Ijau. Mereka pun berkata dalam bahasa Mandahiling “Di si ntong!” (Memang di sini!).
Versi ketiga, dahulu kala ada seorang raja sangat zalim dan aniaya kepada rakyatnya sehingga hidungnya terus menerus memanjang. Suatu ketika raja itu berubah bentuk menjadi seekor gajah, lalu rakyatnya menyebutnya dengan sindiran “Sintong, ajo panjang idong.” (Sintong, raja panjang hidung).
Sintong juga disebut dengan Sintung, namun sebutan yang terakhir ini kurang populer. Di kampung ini terdapat situs purbakala yang disebut dengan Candi Sintong. (SR)
Pustaka Rujukan: Sita Rohana, Junaidi Syam, Elmustian, Al azhar, Mengarungi Sungai Rokan, Mengarang Manik-manik Berserakan, Pekanbaru: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Riau dan Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan (P2KK) Universitas Riau, 2009.