Konon, disebut dengan Sungai Mineh karena airnya sangat jernih, sehingga gelembung-gelembung oksigen yang muncul karena arusnya dari dasar sungai dapat terlihat dari permukaan, mengerinah, dalam bahasa Melayu (Wilkinson, 1959), muineh dalam dialek setempat. Jadilah sungai ini dinamakan Muinieh yang lama-lama menjadi Mineh mengikut tanda-tandanya. Menurut cerita asal-usul pebatinan Sakai (Suparlan, 1995), Mineh merupakan wilayah ulayat yang diberikan oleh Penghulu Mandau, yang kemudian disebut sebagai Pebatinan Mineh dan dipimpin oleh Batin Mineh.
Dalam struktur sosial kerajaan Siak di masa lalu, pebatinan-pebatinan orang asli (Sakai) masuk dalam kategori rakyat raja (Barnard, 2006). Di dalam pemerintahan kerajaan Siak mereka terbagi dalam kelompok, yaitu Batin Salapan (delapan pebatinan) dan Batin Limo (lima pebatinan). Pebatinan Mineh masuk dalam kelompok Batin Limo bersama pebatinan Belutu, Beringin, Penaso, dan Tengganau.
Pada tahun 70-an, bersamaan dengan masuknya program relokasi suku terasing, nama Mineh pun di-Indonesia-kan menjadi Minas. Penggantian nama ini tidak hanya mengganti nama Sungai Mineh menjadi Sungai Minas, tetapi juga seluruh wilayah pebatinan (sekarang menjadi Kecamatan Minas), dan bahkan orang yang tinggal di dalamnya, Sakai Minas. Seiring waktu nama Minas ini pun kemudian ditafsir seakan-akan akronim untuk “Minyak Nasional” karena wilayah ulayatnya menjadi lokasi eksplorasi minyak bumi. Ladang minyak Minas memberi sumbangan besar pada kurun 1970-1980 dengan rata-rata dengan produksi minyak mentah 200.000-400.000 bopd (barrel oil per day).
Kisah tentang Mineh adalah sebuah kisah tragis perubahan nama yang telah mengubah segalanya, kehidupan dan penghidupan orang Sakai. Sungai yang tidak jernih lagi, menjadi sangat keruh karena erosi akibat penebangan hutan alam untuk HTI dan tumpahan minyak mentah dari eksplorasi minyak; serta, tanah ulayat yang tak lagi mereka miliki. Ruang hidup yang menyempit dan menghimpit.
Mineh sekarang hanyalah sebuah kampung kecil yang kemudian disebut sebagai Minas Asal (untuk mengingatkan bahwa di sinilah Mineh berasal), berada di wilayah pemerintahan Desa Minas Barat, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak. (AA/D/SR)
Pustaka Rujukan:
R.J. Wilkinson, A Malay- English Dictionary, London: Macmillan & Co Ltd., 1959.
Timothy P. Barnard, Pusat Kekuasaan Ganda: masyarakat dan alam Siak & Sumatra Timur, 1674-1827, Pekanbaru: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan UNRI dan PT BSP.
Parsudi Suparlan, Orang Sakai di Riau: masyarakat terasing dalam masyarakat Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995.
2 Komentar
Pingback: Mandiangin - LAM Riau
Pingback: Catatan Kaki Tentang Mineh - LAM Riau