Sutardji Calzoum Bachri (SCB), melalui karya-karyanya, telah mengukuhkan kembali kebudayaan Melayu sebagai kebudayaan penting di Indonesia dan Asia. Beliau bekerja keras dan sangat kreatif menggali khazanah kesustraan lama Melayu, mantra, untuk dikembangkan menjadi puisi modern. Berbeda dengan sastrawan modern Indonesia selama ini yang mengembangkan perpuisian Indonesia berdasarkan konsep estetika Barat, SCB justru menyelamatkan perpuisian Indonesia dari penjajahan sastra Barat. Beliau kembalikan kekuatan puisi Indonesia berdasarkan konsep estetika Melayu dengan mengangkat kembali khazanah budaya bangsanya sendiri yang diberi roh baru dalam puisi modern Indonesia.
Kreativitas SCB itu telah menempatkannya sebagai sastrawan Indonesia terdepan, yang berbeda dengan sastrawan modern Indonesia sebelum ini. Dalam hal ini, SCB telah sangat berjasa memajukan kesusastraan Indonesia, khasnya, dan kebudayaan Indonesia, umumnya, berdasarkan khazanah dan nilai-nilai estetika bangsanya sendiri, bukan mengadopsi konsep estetika bangsa asing. Perjuangan SCB itu juga menginspirasi para sastrawan Indonesia seangkatan dan di bawahnya untuk kembali ke tradisi subkultur dalam memajukan kebudayaan dan kesusastraan Indonesia.
Dari hasil perjuangan beliau bersama para pengikutnyalah kesusastraan Indonesia, umumnya, dan perpuisian, khususnya, kembali ke jati diri Indonesia. Puisi Indonesia tak berarti sekadar puisi yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Lebih dari itu, puisi Indonesia seyogianya memang berasal dari khazanah kebudayaan asli Indonesia yang wujud di Tanah Air Indonesia dari segi bentuk (seri pantai) dan wawasan estitikanya menjelmakan nilai-nilai keindonesiaan di dalam maknanya (seri gunung). Dengan perjuangan hebatnya itu, SCB sudah sepatutnya memperoleh gelar adat Melayu sebagai pelopor kebangkitan kesusastraan dan perpuisian modern Indonesia yang bertapak dari Bumi Melayu. Pasalnya, beliau telah membuktikan kembali bahwa Bumi Melayu memang pemberi sumbangan terbesar bagi perkembangan kebudayaan Indonesia dan senantiasa diperhitungkan kehadirannya dalam keanekaragaman kebudayaan dunia. (Haji Abdul Malik, Kepulauan Riau)