lamriau.id-Pekanbaru, Ada senyum malu-malu, namun sorot matanya berbinar. Rayyan Arkan Dhika, sang Togak Luan atau penari di atas haluan jalur yang viral dengan tarian “Aura Farming” menyambut tamu istimewa yang datang dari ribuan kilometer jauhnya, Joe Hattab, YouTuber kondang asal Yordania.
Hari itu, Kamis (17/7/2025), bukan hari biasa bagi masyarakat Kuantan Singingi, Riau. Bukan hanya karena semangat menyambut Festival Pacu Jalur yang kian dekat, tapi juga karena hadirnya sosok internasional yang memilih datang langsung ke tanah mereka, bukan ke Jakarta, bukan ke Bali, tapi ke jantung budaya Melayu.
Joe Hattab bukan orang sembarangan. Pembuat film dokumenter perjalanan dengan lebih dari 17 juta pelanggan di YouTube ini telah menjelajahi pelosok dunia, mengangkat kisah-kisah kecil yang menyentuh dan menginspirasi. Kali ini, ia datang untuk satu nama: Dhika.
“Saya sangat tersentuh melihat video tarian itu. Ada sesuatu yang jujur, magis, dan indah. Budaya yang hidup,” ujar Hattab, usai disambut secara resmi di Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru, dengan tanjak khas Melayu di kepalanya.
Pertemuan Dua Dunia
Dhika, bocah Kuansing yang berdiri tegak di ujung perahu jalur sambil menari, tak pernah menyangka goyangan tubuh kecilnya di atas air bisa menggetarkan dunia. Ia hanya menjalani peran tradisi, sebagai Togak Luan, penanda kecepatan dan semangat timnya saat Pacu Jalur digelar.
Namun, dunia digital punya cara sendiri mengangkat hal-hal sederhana. Tarian Dhika menjadi viral. Netizen menyebutnya sebagai “Aura Farming”, seolah ia sedang memanen kekuatan alam melalui gerak tubuhnya yang lentur dan penuh energi.
“Ini momen emas bagi pariwisata dan budaya Riau,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Riau, Roni Rakhmat, yang menyambut langsung kedatangan Hattab. “Kedatangan Joe adalah sinyal bahwa budaya kita bisa berbicara di tingkat global.”
Lebih dari Sekadar Konten
Joe Hattab tak datang hanya untuk konten. Ia datang untuk cerita. Ia datang untuk menyelami denyut budaya yang hidup dalam tubuh kecil Dhika, dalam getaran genderang Pacu Jalur, dan dalam semangat masyarakat Kuansing yang menjaga tradisi dengan sepenuh hati.
Selama berada di Riau, Hattab dijadwalkan menjelajahi berbagai destinasi wisata, merekam kemeriahan Festival Pacu Jalur, dan tentu saja, berbicara dengan sang penari cilik yang mengubah jalan cerita sebuah daerah.
Bagi Roni, ini adalah awal dari narasi besar. “Kita tidak sedang bicara soal viral semata, tapi soal bagaimana satu anak, satu tarian, bisa membuka pintu dunia untuk melihat siapa kita,” katanya.
Sebuah Harapan dari Sungai Kuantan
Festival Pacu Jalur tahun ini akan digelar pada 20–25 Agustus 2025. Ribuan orang akan menyaksikan perahu panjang berpacu di sungai, lengkap dengan iringan tabuh dan sorak. Tapi tahun ini berbeda, karena ada sorotan kamera dunia, ada kisah yang menunggu diabadikan, dan ada seorang anak kecil yang menari bukan hanya untuk menang, tapi untuk menunjukkan bahwa budaya mereka masih hidup.
Dan siapa tahu, mungkin dalam video berdurasi belasan menit di kanal Joe Hattab, dunia akan belajar mencintai Riau sebagaimana Riau mencintai tradisinya.