lamriau.id-Pekanbaru, Sejumlah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Riau menyatakan dukungan terhadap pembentukan Daerah Istimewa Riau (DIR) sebagai bentuk pengakuan terhadap identitas dan kontribusi sejarah Riau dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pernyataan ini disampaikan dalam forum “Sembang Daerah Istimewa Riau” yang digelar di Balai Adat Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), Senin (29/9/2025).
Acara tersebut dihadiri oleh Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR Datuk Seri H. Marjohan Yusuf, Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Datuk Seri H. Taufik Ikram Jamil, sejumlah pengurus LAMR, serta tokoh nasional Alfitra Salamm.
Dalam sambutannya, Datuk Seri Taufik Ikram Jamil menegaskan bahwa gagasan Daerah Istimewa Riau bukan bentuk pemisahan dari NKRI, melainkan perjuangan atas hak historis dan kultural masyarakat Riau yang telah ada sejak masa Kerajaan Siak di bawah kepemimpinan Sultan Syarif Kasim II.
“Daerah Riau Istimewa ini adalah hak Riau. Ini bukan soal federalisme atau kemerdekaan. Ini bagian dari perjuangan dalam bingkai NKRI,” tegas Datuk Seri Taufik.
Ia menambahkan, perjuangan ini memiliki akar kuat dalam peradaban Melayu. Menurutnya, DIR merupakan jalan untuk mengangkat marwah Melayu dan mempersiapkan ruang yang lebih adil bagi generasi muda, termasuk mahasiswa.
Sebagai Ketua Badan Pekerja Perwujudan Daerah Istimewa Riau (BPP DIR), Datuk Seri Taufik mengumumkan dua agenda penting dalam waktu dekat, yakni Maklumat Akbar yang akan digelar pada 17 Oktober di Balai Adat LAMR dengan target kehadiran sekitar 5.000 orang, serta penyerahan naskah akademik kepada DPR RI dan DPD RI pada 28 Oktober 2025.
Tujuan DIR jelas Datuk Seri Taufik, adalah memperkuat nasionalisme dan sejarah kerajaan di Riau,
melestarikan nilai dan warisan budaya Melayu,
menegaskan Melayu sebagai identitas kolektif masyarakat Riau.
Selain itu, mewujudkan program strategis untuk kesejahteraan masyarakat, dan menuntut kewenangan yang lebih adil dan proporsional.
Sedangkan substansi keistimewaan, Riau sebagai peradaban tamadun Melayu. “Kearifan lokal seperti sistem adat dan peradilan adat, penguatan Bahasa Melayu sebagai akar bahasa Indonesia serta
pengelolaan pertanahan dan tata ruang berbasis ekologi, adalah bagian dari subtansi DIR,” ujar Datuk Seri Taufik.
Sementara itu tokoh nasional Alfitra Salamm dalam diskusi tersebut menyebut perjuangan DIR sebagai respons atas semakin lebarnya jarak antara masyarakat dan penguasa, terutama pascapemilu.“Ini momentum perubahan. DIR lahir dari tekanan batin masyarakat Riau atas sentralisasi selama 32 tahun. Ini bukan soal angka, tapi pengakuan bahwa Riau adalah jantungnya Melayu, dan Melayu itu pemersatu,” ujarnya.
Alfitra juga menegaskan bahwa perjuangan ini sah secara konstitusional dan menjadi sarana untuk menghadirkan layanan publik yang lebih dekat dan sesuai dengan kearifan lokal.
Menutup pertemuan, Ketua MKA LAMR Datuk Seri Marjohan Yusuf kembali menegaskan bahwa perjuangan ini adalah kehendak luhur masyarakat Riau yang ingin menjemput haknya secara sah dalam kerangka NKRI.
“Kami mengundang adik-adik mahasiswa untuk hadir dalam Maklumat Akbar 17 Oktober. Ini adalah gerakan bersama Forkompinda dan seluruh elemen masyarakat Riau,” ucapnya.